keadilan agraria

Kamis, 02 Januari 2014

HAN




Makalah
Hukum Adminitrasi Negara
  

  
Disusun Oleh:
Yusri arafat

Ruang Lingkup Hukum Adminitrasi Negara




BAB I
PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang selalu berkaitan dengan aktivitas perilaku administrasi Negara dan kebutuhan masyarakat serta interaksi diantara kedua. Di saat sistem administrasi yang menjadi pilar pelayanan publik mengadapi masalah yang fundamental maka rekonseptualisasi, reposisi dan revitalisasi kedudukan hukum administrasi negara menjadi satu keharusan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan penerapan good govermence.

Menurut Van Vollenhoven, hukum Administrasi Negara adalah hukum yang membatasi kebebasan  pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Menurut Prajudi Atmosudirjo, hukum administrasi negara adalah hukum yang mempelajari negara dalam keadaan dinamis. HAN merupakan bagian dari hukumTata Negara.

Seperti yang telah disebutkan, hukum administrasi diperlukan untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tanpa adanya hukum administrasi, pemerintahan akan berjalan dengan sewenang-wenang, kekuasaan berjalan hanya menguntungkan pemerintah, sementara rakyat tertindas dan tidak memiliki hak apapun atas Negara.

Hukum administrasi Negara berkembang dari masa ke masa mengikuti bentuk negaranya, mulai dari Negara absolute, Negara hukum, sampai Negara kesejahteraan. Selama perkembangan itu pula wewenang dari hukum administrasi Negara selalu berubah-berubah sesuai dengan perubahan zaman.

I. 2 Perumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara?
  2. Apa saja yang termasuk dalam Hukum Administrasi Negara?
  3. Perkembangan Hukum Administrasi Negara dari masa-masa?

I. 3 Tujuan
Untuk mengetahui, untuk apa adanya Hukum Administrasi Negara dan apa saja yang termasuk dalam Hukum Administrasi Negara, serta memahami perkembangan Hukum Administrasi Negara dari masa-kemasa.

BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 Pengertian Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara adalah Hukum mengenai Pemerintahan didalam kedudukan, tugas, dan fungsinya sebagai Administator Negara.
Hukum Administrasi Negara terbagi menjadi dua yaitu, Hukum Administrasi Negara dalam arti luas dan dalam arti sempit.

Hukum Administrasi Negara dalam arti luas yaitu, Hukum Tata kepengurusan rumah tangga negara dalam bentuk umum, pada semua usaha kelompok, negara atau swasta sipil dan militer, usaha yang besar atau kecil.

Hukum Administrasi Negara dalam arti luas meliputi, Hukum Tata Negara dan produksi-produksi hukumnya dan Hukum yang mengatur Hubungan proses penyelenggaraan, lembaga tinggi Negara seperti Legeslatif, Eksekutif dan Yudikatif, seperti:

Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni Hukum Tata pengurusan Rumah tangga Negara dalam bentuk hal yang teknis atau khusus, Baik kepengurusan didalam (Intern) maupun diluar (Ekstern) struktur Negara. Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan-urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi Negara sebagai suatu badan organisasi, sebagai suatu badan usaha.
  1. Hukum Tata Pemerintahan, yakni hukum eksekutif atau hukum tata pelaksanaan undang-undang yang menyangkut pengendalian penggunaan kekuasaan publik (kekuasaan yang berasal dari kedaulatan Negara) 
  2. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat rahasia dinas dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentasi, legalisasi, pelaporan, dan statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan NTR, publikasi penerangan dan penerbitan Negara. Secara singkat dapat pula disebut Hukum Birokrasi.
  3. Hukum Administrasi
  4. Hukum Administrasi Pembangunan, mengatur menyelenggaraan pembangunan
  5. Hukum Administrasi Lingkungan.

Rumah tangga intern adalah Rumah tangga yang menyangkut urusan internal Intansi-instansi Administrasi Negara yaitu:
  1. Rumah Tangga Negara urusan Personel dan kesejahteraan pegawai negeri
  2. Rumah Tangga Negara urusan materil, alat perlengkapan dan gedung-gedung serta perumahan
  3. Rumah Tangga Negara urusan komunikasi dan transportasi internal dan sebagainya.

Rumah Tangga Negara Ekstren adalah hal-hal dan urusan-urusan yang tadinya diselenggarakan oleh masyarakat sendiri, namun karena berbagai sebab atau kebijakan-kebijakan, hingga tugas tersebut diambil alih oleh Negara melalui lembaga yang ada didalam Negara, Contoh: Dinas kebersihan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pertanian dll.

Beberapa pendapat pakar hukum terkait dengan pengertian Hukum Administrasi Negara:
1.      E. Utrecht mengetengahkan Hukum Administrasi Negara (Hukum Pemerintahan) adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambsdrager) Administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus. Selanjutnya E, Utrecht menjelaskan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan Administrasi Negara.
2.       Cornelis Van Vollenhouven : Hukum Administrasi Negara ialah kesemua kaidah-kaidah hukum yang bukan Hukum Tata Negara mate-ril, bukan hukum perdata materil dan bukan hukum pidana materil (Teori residu).
3.      J.M Baron de Gerando : Hukum Administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat (Le droit administratif a pour object le regles qui regissent les rapports recip-roques de I’administration avec les administres).
4.       Prof. Mr.J. Oppenheim : Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus menjalankan kekuasaannya. Jadi pada dasarnya mengatur negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
5.       Dr.Mr.H.J Romijn : Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak.
6.      Prajudi Atmosudirdjo : Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai seluk-beluk Administrasi Negara (HAN heteronom) dan hukum yang dibuat atau merupakan hasil buatan Administrasi Negara (HAN otonom).

II. 2 Hakekat dan Cakupan Hukum Administrasi Negara
Hakekat Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara Pemerintah dengan warganya serta  memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat atau   warga negaranya dari  tindakan sewenang-wewenang aparatur Pemerintah. Cakupan Hukum Administrasi Negara (Prajudi Atmo-sudirdjo) : adalah Hukum Administrasi Negara mengatur wewenang, tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara.

Van Wijk-Konjnenbelt dan P. de Haan Cs. Mengatakan Hukum Administrasi Negara  meliputi :
a.       Mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat
b.      Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian tersebut
c.       Perlindungan hukum (rechtsbe-sherming)
d.      Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur).

II. 3 Perbedaan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Pengertian Hukum Tata Negara:
  1. Prof. Mr.J. Oppenheim :
              Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengadakan alat-alat perlengkapan dan mengatur kekuasaannya
  1.   Fritz Flener :
              Hukum Tata Negara mengatur negara dalam keadaan pasif, sedangkan
Hukum Administrasi Negara mengatur negara dalam keadaan aktif.
  1.  Dr.Mr.H.J.Romijn:
              Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak, sedangkan Hukum Administrasi negara ialah aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan dinamis.


  1. Van Vollenhouven :
Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan serta memberi wewenang itu kepada badan-
badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah kedudukannya.

  1.  Djokosutono :
Hukun Tata Negara sebagai hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan di dalam rangka pandangan mereka terhadap Negara sebagai organisasi

II. 4 Fungsi Hukum Adminisrasi Negara
a.     Menjamin Kepastian Hukum
            Menjamin kepastian hukum yang menyangkut masalah bentuk dari hukum.
b.     Menjamin Keadilan Hukum
            Keadilan hukum yang dimaksud adalah keadilan yang telah ditentukan oleh
            undang-undang dan peraturan tertulis.
c.     Hukum Administrasi Berfungsi Sebagai Pedoman dan Ukuran
            Pedoman artinya sebagai petunjuk arah dari perilaku manusia yaitu perilaku
yang baik dan benar, ukuran maksudnya untuk menilai apakah pelaksanaan tersebut telah dilaksanakan dengan benar atau tidak.

II. 5 Tujuan Hukum Administrasi Negara
  • Memberikan batasan dan kewenangan terhadap Pejabat AdministrasiNegara
  • Memberikan perlindungan terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang Pejabat Administrasi Negara.

II. 6 Sumber Hukum Administrasi Negara
            Pengertian Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan             yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan tersebut dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

            Sumber hukum sendiri menurut Prof. Dr. Sudikno, SH sering dipergunakan dalam           beberapa arti seperti berikut ini:
  • Sebagai asas hukum, yaitu sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa.
  • Menunjukan sumber hukum terdahulu yang memberikan bahan-bahan kepada hukum yang sekarang berlaku. Sebagai sumber berlakunya yang memberikan kekuatan penguasa, masyarakat.
  • Sebagai sumber dari mana hukum dapat diketahui misalnya dokumen dokumen, undang-undang, batu bertulis.
  • Sebagai sumber terbentuknya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.
            Pada umumnya, Sumber Hukum Administrasi Negara dapat dibedakan menjadi dua :
·         Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum, Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia.
·         Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat mempertahankannya.

Sumber Hukum Administrasi Negara Indonesia antara lain:
1.      Undang-Undang
2.      Traktat (perjanjian antar negara)
3.      Yurisprodensi
4.      Kebiasaan
5.      Doktrin

  1. Undang-Undang
Undang-undang adalah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
Negara yang berwenang dan mengikat masyarakat. Undang-undang dibedakan menjadi dua, yaitu :
  1. Undang-undang dalam arti materil adalah setiap peraturan perundang-undangan yang isinya mengikat langsung kepada masyarakat umum.
  2. Undang-undang dalam arti formal adalah setiap peraturan perundang yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku. Undang-undang dalam arti formal pada hakikatnya adalah keputusan alat perlengkapan Negara yang karena cara pembentukannya disebut undang-undang Asas berlakunya undang-undang:

Undang-undang tidak boleh berlaku surut;
1.      Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang terdahulu sejauh undang-undang itu mengatur hal yang sama (lex posterior derogat legi priori).
2.      Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga apabila ada dua macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur objek yang sama dan saling bertentangan maka hakim harus menerapkan undang-undang yang lebih tinggi dan menyatakan undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat (lex superior derogat legi inferiori).
·         Undang-undang yang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali).
·         Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

  1. Traktat
     Traktat sebagai hukum formal harus disetujui oleh DPR kemudian baru diratifikasi oleh Presiden dan setelah itu baru mengikat terhadap Negara peserta dan warga negaranya.

     Traktat yang memerlukan persetujuan DPR adalah traktat yang mengandung  materi sebagai berikut :
1.      Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri misalnya perubahan wilayah.
2.      Perjanjian kerjasama ekonomi, pinjaman.
3.      Soal-soal yang menurut UUD dan sistem perundang-undangan kita harus diatur dengan bentuk undang-undang misalnya soal kewarganegaraan, kehakiman.

  1. Yurisprodensi
Menurut ketentuan pasal 22 AB jo pasal 14 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 bahwa seorang hakim tidak boleh menolak jika diminta memutuskan suatu perkara dengan alasan karena belum ada aturan hukumnya. Dari kenyataan yang demikian dapat dimengerti dalam praktek peradilan bahwa hakim adalah pembentuk undang-undang.

Ada dua macam yurisprodensi yaitu :
1.      Yurisprudensi tetap ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standar arresten);
2.      Yurisprudensi tidak tetap ialah keputusan hakim terdahulu  yang bukan standar arresten.

  1. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat sehingga masyarakat beranggapan memang harus berlaku demikian kalau tidak berbuat demikian merasa berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan pelanggaraan terhadap hukum. Beberapa syarattertentu, yaitu :
    1.  Adanyan perbuatan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dalam masyarakat tertentu.
    2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat  yang bersangkutan.
Contoh : kebiasaan perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah dengan    penggarapnya.

  1. Doktrin
    Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum, tempat hakim dapat menemukan hukumnya. Ilmu hukum adalah sumber hukum tetapi ilmu hukum bukan hukum karena tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum seperti undang-undang.

Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 perihal sistem Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
1.      Pancasila sebagai sumber hukum
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Maksudnya adalah sebagai pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum
serta cita-cita kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan  kemasyarakatan dan keagamaan sebagai perwujudan dari budi nurani manusia.
    Pancasila mewujudkan dirinya dalam:
·         Proklamasi Kemerdekaan 17 Agst 1945
·         Dekrit 5 Juli 1959
·          UUD
·         Supersemar

II. 7 Objek Hukum Administrasi Negara
Pengertian objek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan Dengan pengertian tersebut, yang dimaksud objek hukum Administrasi Negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan dalam hukum Administrasi Negara.

            Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, SH, bahwa hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara      dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa objek hukum Administrasi Negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.

            Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya objek Hukum Administrasi adalah sama       dengan objek Hukum Tata Negara, yaitu Negara (pendapat Soehino, SH). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa Hukum Administrasi Negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu Hukum Administrasi Negara mengatur Negara dalam keadaan bergerak sedangkan Hukum Tata Negara dalam keadaan diam. Maksud dari istilah ”Negara dalam keadaan bergerak” adalah bahwa Negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan Negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa Negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan Negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara.



2. 8 Asas-Asas Sistem Hukum Adminisrasi Negara
Sistem Hukum Administrasi Negara harus dapat menjamin dan menjalankan pelaksanaan asas-asas hukum sebagai berikut:
·         Asas-asas pancasila, dan Undang-undang dasar 1945
·         Asas-asas Wawasan Nusantara
·         Asas-asas Ketahanan Nasional
·         Asas-asas Kedaulatan Negara
·         Asas-asas Negara Hukum
·         Asas-asas Berhati-hati dalam penggunaan kekuasaan negara
·         Asas-asas ketelitian dan kesungguhan hati dalam mengurus kepentingan para warga masyarakat
·         Asas-asas kesaksamaan dan kejujuran dalam mengambil keputusan terhadap permohonan para warga masyarakat.

II. 9 Sistem Peradilan Adminisrasi Negara
            Peradilan Adminisrasi Negara adalah setiap bentuk penyelesaian dari pada suatu    perbuatan (pejabat, instansi) Adminisrasi Negara yang dipersoalkan oleh warga masyarakat, instansi masyarakat (perusahaan, yayasan, perhimpunan, dan sebagainnya) atau sesama instansi Pemerintah.

            Dengan adanya Peradilan Tata Usaha, maka sistem Peradilan Administrasi Negara kita menjadi sebagai berikut:
a)      Oleh Badan Pengadilan Umum (biasa), yakni: Pengadilan Negeri Bagian Perdata, terutama mengenai gugatan ganti rugi eks Pasal 1365, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, oleh warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh suatu perbuatan pejabat atau instansi Adminisrasi Negara yang melawan hukum (onrecht matige overheidsdaad).
b)      Oleh suatu Badan Pengadilan Administrasi
Di suatu badan Pengadilan Pejabat (atau tim Pejabat) yang mengambil keputusan berstatus sebagai Hakim.

Hakim adalah Pejabat Negara yang mempunyai tiga wewenang, yakni:
  • Menilai fakta-faka berdasarkan sarana-sarana bukti sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
  • Melakukan interpretasi yuridis terhadap undang-undang (interpretasi ang mempunyai kekuatan undang-undang), dan
  • Menjatuhkan putusan (vonis) yang pada waktunya mempunyai kekuataan hukum mutlak (kracht van gewijsde).
1. Perbuatan Pemerintah
·         Bentuk Perbuatan Pemerintah
Jenis-jenis perbuatan pemerintah
1.      Perbuatan non yuridis
2.      Perbuatan yuridis (rechtshan-deling)

Perbuatan pemerintah yang bersifat hukum publik ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, dan perbuatan hukum publik yang bersegi satu. Perbuatan Pemerintah yang bersifat hukum privat.

Perbuatan Pemerintah (Perbuatan Yang Dilaksanakan Pejabat Administrasi):
1. Perbuatan Pemerintah yang dilaksanakan berdasarkan:
·         Peraturan Perundang-undangan yang ada
·         Belum ada Peraturan Perundangannya (Freies Ermessen/ Discretion).
·         Freies  Ermessen / Discretion/Kebijakan:
1.      Sjachran Basah : Freies Ermessen adalah keleluasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat dipertanggung jawabkan.
2.      AV. DICEY (Bagir Manan) discreationary power adalah berisi kebebasan Mahkota atau aparatnya untuk melaksanakan suatu tin-dakan tanpa terlebih dahulu harus meminta persetujuan/pengatur oleh parlemen.
3.      S.F Marbun Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba, dimana hukum tidak mengaturnya.
4.      Tolak ukur penggunaan Freies Ermessen / Direction / kebijakan:
a.       Adanya kebebasan yang dimungkinkan oleh hukum kepada administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif  sendiri
b.      Terdapat persoalan yang penting dan segera mendes untuk segera diselesaikan
c.       Harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
·         Secara moral : berdasarkan Pancasila dan Sumpah/Janji
·         Secara Hukum:
Batas atas: wajib taat asas ter-hadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak  melanggar hukum;
                                             Batas bawah: tidak boleh melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2. Sifat Wewenang Pemerintah
     Wewenang Sumbernya adalah  Peraturan Perundang-undangan,
·         Cara memperoleh :
1.      Atribusi
2.      Delegasi
3.      Mandat
     Sumber dan cara memperoleh wewenang berkaitan dengan pertanggungjawaban
     1. Terikat, apabila ada dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus
     diambil secara terinci :
         1) Fakultatif, badan/pejabat Tata Usaha Negara tidak wajib menerapkan
          wewenangnya atau masih ada pilihan yang ditentukan dalam peraturan
          dasarnya.
         2) Bebas, erat dasarnya memberi kebebasan kepada badan/pejabat untuk
           menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan
           dikeluarkannya
Unsur Tindakan Hukum Pemerintah antara lain perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat, Perbuatan tersebut harus didasarkan pada peraturan perundang-undanganan yang berlaku.

  1. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perudang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan.
  2. Asas legalitas berkaitan dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum
  3. Dalam konsepsi welfare state, tindakan pemerintah tidak selalu harus berdasarkan asas legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah dapat melakukan tindakan secara bebas yang didasarkan pada freies Ermessen.

II. 10 Hal-Hal yang diatur dalam Hukum Administrasi Negara
            Pada dasarnya ialah :
  1. Persoalan legitimasi subjek hukum baik yang berupa orang, badan hukum ataupun pejabat, yakni tentang nama, domisilinya, lahir dan mati atau awal dan akhir keberadaannya.
  2. Persoalan/hal perpajakan, termasuk di dalamnya bea cukai, bea materai dan sebagainya
  3. Persoalan kepegawaian negeri kekaryawanan Badan Usaha Milik Negara, yakni hal legimitasi/identitasnya, golongan/pangkatnya/jabatannya, segenap hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya dan mekanisme kerja mereka.
  4. Persoalan hubungan yuridis-prosedurel antar lembaga-lembaga.
  5. Persoalan penyamaan dua hal berbeda yang demi hukum bisa dianggap sama:
            Contoh/bukti:

  1. Suatu kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati dan sebuah kotamadya yang dipimpin oleh seorang walikota dapat dianggap sederajat/setingkat, yakni kedua-duanya termasuk sebagai Daerah Tingkat II (dahulu keresidenan)
  2. Pejabat-pejabat negara bukan menteri namun setingkat dengan menteri, misalnya:
    1. Gubernur Bank Sentral
    2. Gubernur LEMHANAS
    3. Panglima Angkatan Bersenjata

  1. Notaris, sebagai sebutan profesi dengan lata belakang pendidikan spesialisasi hukum kenotariatan adalah setingkat dengan magister hukum/strata II
  2. Gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) sebagai Doktor kehormatan tidaklah sama dengan gelar Doktor (Dt.), karena DR. HC tingkatannya adalah sama dengan strata II/Magister bukti: Persyaratan hukum untuk bisa memperoleh gelar Dr. HC ialah bahwa orang bersangkutan minimal mesti memiliki gelar sarjana/stara I, dan sebagainya.

II. 11 Metode Hukum Administrasi Negara
         Metode yang digunakan adalah metode lokasi historis yang merupakan panduan dari metode sosiologis dan historis.
Dalam sejarah tercatat tiga masa penting yang mempengaruhi konsep hukum administrasi negara. Masa – masa itu adalah masa absolutisme, masa Negara Hukum Klasik, dan masa Negara Hukum Modern.
1.      Masa Absolutisme
Masa Absolutisme mulai dicatat dalam sejarah imperium Romawi, sejak masa republik. Pada masa itu pimpinan Negara dipegang oleh konsul – konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintah demi kepentingan umum. Biasanya pemerintahan itu dipegang oleh dua orang konsul. Akan tetapi bila ada keadaan bahaya atau darurat, maka warga Negara memilih seseorang untuk ditunjuk sebagai pemegang kekuasaan dalam pemerintahan itu selama keadaan bahaya tersebut. Si pemegang kekuasaan tunggal itulah yang disebut sebagai diktator. Lama atau tidaknya kekuasaan itu tergantung oleh keadaan bahaya yang terjadi. Cincinnatus menjadi diktator selama 6 bulan lalu mengembalikan kekuasaannya kepada rakyat. Tapi tidak semua diktator seperti Cincinnatus. Mayoritas diktator yang berkuasa di masa Romawi mengindahkan konstitusi lalu memegang kekuasaan dengan absolut dan menindas rakyat, seperti yang dilakukan Marius dan Caesar. Keadaan seperti ini dinamakan diktator purba.
Setelah masa republik, ada masa prinsipat. Pada waktu ini, para raja Romawi belum memiliki kewibawaan, namun mereka pada hakikatnya merupakan orang yang memerintah secara mutlak. Kemutlakan ini didasarkan kepada caesarismus yaitu adanya perwakilan yang menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat (absorptieve representation). Untuk keperluan ini beberapa ahli hukum romawi kemudian mencari landasan hukumnya agar segala tindakan raja yang menyeleweng dari kedaulatan rakyat dapat dibenarkan. Ulpianus, salah satu ahli kemudian menelurkan Konstruksi Ulpianus, yang berisi “kedaulatan rakyat itu diberikan kepada raja melalui suatu perjanjian yang termuat di dalam undang – undang yang termaktub dalam Lex Regia.
Pada dasarnya pemerintahan untuk kepentingan umum dan kepentingan itu dirumuskan dalam bentuk undang – undang, sehingga kepentingan umum itu derajatnya lebih tinggi daripada undang – undang (Solus Publica Suprema Lex). Akan tetapi dengan timbulnya undang – undang tersebut maka yang merumuskan kepentingan umum itu bukanlah rakyat, melainkan raja (princep legibus solutus est). Sudah pasti dalam merumuskan itu raja akan memikirkan kepentingannya sendiri, bukan kepentingan umum. Di masa ini sesungguhnya romawi telah berwujud sebagai monarki mutlak yang memuat caesarismus akibat penyalahgunaan Lex Regia.
Masa dominat hadir setelah masa principat. Di masa ini, kaisar Romawi bertindak sewenang-wenang, kejam dan tanpa prikemanusiaan. Selang beberapa abad kemudian, abad ke 4 dan 5, imperium Romawi jatuh diserang oleh kaum barbar bangsa Jerman kuno dan Turki. Meski begitu, kekuasaan yang timbul setelahnya pun masih bersifat absolut. Bukan Cuma di Roma, tetapi di seluruh daratan Eropa. Pada masa pertengahan, Pemerintahan sangat Religius karena Gereja memegang kuasa. Masa Renaissance, Abad 16, di Prancis terdapat Pemerintahan Absolut Henry IV. Jean Bodin kemudian membenarkan Pemerintahan Absolut tersebut dengan memberikan landasan hukum. Ia berkata, tidak ada kedaulatan mutlak melainkan kedaulatan terbatas baik di dalam maupun di luar wilayah Negara. Suatu kedaulatan yang dibatasi oleh hak-hak pokok manusia dan oleh hukum yang berlaku dalam hubungan antar negara. Menurut pendapatnya, bentuk negara terbaik adalah monarki secara turun temurun dan hanya laki-laki yang boleh memerintah. Teori kedaulatan ala Jean Bodin ini kemudian dipakai sebagai landasan hukum Louis XIV dalam memerintah secara mutlak pada abad ke 17.
3. Masa Negara Hukum
masa Yunani kuno pemikiran tentang Negara Hukum telah dikembangkan oleh para Filusuf besar Yunani Kuno seperti Plato (429-347 s.M) dan Aristoteles (384-322 S.M). Dalam bukunya Politikos, Plato menguraikan bentuk-bentuk Pemerintahan yang mungkin dijalankan. Pada dasarnya, ada dua macam Pemerintahan yang dapat diselenggarakan, Pemerintahan yang dibentuk melalui jalan hukum, dan Pemerintahan yang terbentuk tidak melalui jalan hukum.
Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga Negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagian hidup untuk warga Negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga Negara yang baik. Dan bagi Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Pada masa abad pertengahan pemikiran tentang Negara Hukum lahir sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para raja. Menurut Paul Scholten dalam bukunya Verzamel Geschriften, deel I, tahun 1949, hlm. 383, dalam pembicaraan Over den Rechtsstaat, istilah Negara Hukum itu berasal dari abad XIX, tetapi gagasan tentang Negara Hukum itu tumbuh di Eropa sudah hidup dalam abad tujuh belas. Gagasan itu tumbuh di Inggris dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution 1688 M. Gagasan itu timbul sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut, dan dirumuskan dalam piagam yang terkenal sebagai Bill of Right 1689 (Great Britain), yang berisi hak dan kebebasan daripada kawula negara serta peraturan penganti raja di Inggris.
Kemudian lahirlah teori Trias Politica dari Montesquieu. Teorinya adalah teori pemisahan kekuasaan atau separation of power , yang memisahkan badan kekuasaan menjadi tiga, yaitu:
  1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif),
  2. kekuasaan menjalankan undang-undang (eksekutif),
  3. kekuasaan mengawasi jalannya undang-undang (yudikatif).
Di Indonesia istilah Negara Hukum, sering diterjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtstaats mulai populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja. Paham rechtstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham the rule of law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution. Paham the rule of law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common law system. Konsepsi Negara Hukum menurut Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre, mengemukakan mengenai konsep negara hukum liberal. Immanuel Kant mengemukakan paham Negara Hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan Negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Paham Immanuel Kant ini terkenal dengan sebutan nachtwachkerstaats atau nachtwachterstaats, yaitu Negara sebagai penjaga malam. Paham ini menurut Van Vollenhoven membatasi Negara dalam bertindak dan menjamin pada yang diperintah. Immanuel Kant menjelaskan teori Trias Politica Montesquieu;
  1. Maksud dari teori pemisahan adalah menginginkan jaminan kemerdekaan individu terhadap kesewenang – wenangan penguasa,
  2. Tujuan negara adalah membuat dan mempertahankan hukum. Negara bukan menjadi alat kekuatan melainkan alat hukum.
Teori pemisahan kekuasaan hanya dapat dipraktekkan dalam Negara Hukum dalam arti sempit saja. Kelebihan dari teori ini adalah, badan Negara diberi fungsi yang berlainan sehingga bisa saling mengawasi, tidak ada kesewenang-wenangan dan kemerdekaan individu terjamin. Kelemahannya adalah bila terjadi pemisahan kekuasaan secara mutlak, tidak akan ada pengawasan kepada setiap lembaga sehingga tiap lembaga dapat melampaui batas kekuasaannya dan merugikan rakyat.
4. Masa Negara Kesejahteraan
Konsep Negara ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state. Bagi Negara kesejahteraan, konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan Negara dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran Negara menjadi begitu besar terhadap warga karena Negara akan memposisikan dirinya sebagai “teman” bagi warga Negaranya. Makna kata teman merujuk pada kesiapan dalam memberikan bantuan jika warga Negaranya mengalami kesulitan. Pemerintah dikehendaki agar terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum di samping menjaga ketertiban dan keamanan.
5. Perkembangan Hukum Administrasi Dari Masa Ke Masa
      Pada masa nachtwachkerstaat, Negara hanya berfungsi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban. Peran Hukum Administrasi Negara sangatlah kecil karena semakin kecil campur tangan Negara dalam masyarakat, semakin kecil pula peran HAN didalamnya. Dalam konsepsi legal state (nama lain negara penjaga malam), terdapat prinsip staatsonthounding atau pembatasan peran negara dan pemerintah dalam bidang politik yang bertumpu pada dalil ”the best government is the least government”. Akibat pembatasan ini administrasi negara menjadi pasif, inilah mengapa negara hukum disebut sebagai negara penjaga malam. Pembatasan ini menyengsarakan kehidupan warga negara yang kemudian memunculkan reaksi dan kerusuhan sosial.
Kegagalan implementasi konsep nachtwachkerstaat tersebut kemudian memunculkan gagasan yang membuat pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya, yaitu welfare state (welvaarstaat, negara kesejahteraan). Dalam konsep welfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di seluruh segi kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu sifat khas dari suatu pemerintahan modern (Negara Hukum Modern) adalah, terdapatnya pengakuan dan penerimaan terhadap peranan-peranan yang dilakukannya sehingga suatu kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan fungsinya.
Makin meningkatnya kebutuhan manusia modern juga merupakan salah satu faktor peralihan menjadi negara kesejahteraan. Banyak fasilitas yang bila diusahakan oleh pihak swasta akan menimbulkan ketidakadilan sosial, sehingga masyarakat memercayakannya pada Pemerintah. Lapangan pekerjaan pemerintah makin lama makin luas. Administrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurzorg). Agar dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga negara, dan sebagainya secara baik, maka administrasi memerlukan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul dan yang peraturan penyelenggaraannya belum ada.
Pemberian kewenangan kepada administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri itu lazim dikenal dengan freies ermessen atau discretionary power. Nata Saputra mengartikan bahwa freies ermessen adalah kebebasan yang diberikan pada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang teguh pada ketentuan hukum, atau kewenangan untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas untuk mewujudkan kepentingan umum dan kesejahteraan sosial atau warga negara. Dengan berdasar pada konsep ini, administrasi negara memiliki kewenangan luas untuk melakukan berbagai tindakan hukum dalam rangka melayani kepentingan masyarakat atau mewujudkan kepentingan umum, dan untuk melakukan tindakan itu diperlukan instrumen hukum. Artinya, Administrasi Negara, selain diberi kewenangan untuk bertindak, diberi juga kewenangan untuk membuat peraturan atau instrumen hukum.
Menurut E. Utrecht, kekuasaan administrasi negara dalam bidang legislasi ini meliputi:
1. Kewenangan untuk membuat peraturan atas inisiatif sendiri, terutama dalam menghadapi keadaan genting yang belum ada peraturannya, tanpa bergantung pada pembuat undang-undang pusat.
2. Pemerintah diberi tugas menyesuaikan peraturan yang diadakan dengan kejadian yang sesungguhnya terjadi dalam masyarakat.
3. Droit Function, yaitu kekuasaan administrasi negara untuk menafsirkan sendiri berbagai peraturan, yang berarti Administrasi Negara berwenang mengoreksi (corrigeren) hasil pekerjaan pembuat undang-undang.
BAB III
KESIMPULAN
Hukum administrasi negara pada hakikatnya adalah hukum yang bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan, yang dalam trias politica berarti kekuasaan yudikatif. Pada masa Absolutisme, tidak ada hukum administrasi negara yang benar – benar dijalankan karena penguasa bertindak sebagai diktator yang lalim terhadap rakyatnya. Raja adalah pembuat peraturan sekaligus yang menjalankan peraturan tersebut. Tidak ada pengawasan dan peraturan yang mengikat dari pihak lain terhadap raja, karena raja adalah pemegang kekuasaan mutlak.
Pada masa Negara hukum klasik atau nachtwachkerstaat (negara penjaga malam), Hukum Administrasi diterapkan, tapi hanya bersifat pasif. Hukum administrasi Negara hanya berfungsi sebagai penjaga ketertiban sosial. Negara dilarang keras untuk mencampuri perekonomian maupun bidang kehidupan sosial lainnya. Dengan perkataan lain, Administrasi Negara bertugas untuk mempertahankan suatu staatsonthouding, yakni prinsip pemisahan negara dari kehidupan sosial – ekonomi masyarakat.
Pada masa Negara Hukum Modern atau welvaarstaat (Negara Kesejahteraan), Hukum Administrasi diterapkan secara aktif. Konsep welfare state atau sosial service-state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga Negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal, merupakan anti-tesis dari konsep “Negara penjaga malam” (nachtwakerstaat). Tugas negara yang semula sangat terbatas menjadi makin luas. Administrasi Negara tidak lagi hanya menjalankan tata pemerintahan dan tata usaha negara, melainkan juga organisasi dan manajemen usaha besar kecil yang mengurusi kepentingan hidup bersama. Administrasi Negara diharuskan untuk mensejahterahkan masyarakat umum, bukan lagi hanya terfokus pada masyarakat kelas atas seperti yang terdapat di nachtwachkerstaat. Karena itu, selain untuk mengawasi jalannya Pemerintahan (kekuasaan yudikatif), Administrasi Negara juga diberi wewenang untuk membuat peraturan (kekuasaan legislasi) dan bertindak sesuai peraturan (kekuasaan eksekutif) sendiri. Negara diperbolehkan melanggar hak asasi individu demi kepentingan umum, seperti contohnya membayar pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berikan Komentar Anda