Kejahatan Terhadap Tubuh, Pidophilia
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di
dalam kehidupan bermasyarakat, akan sering kita temui perilaku-perilaku
individual maupun kelompok yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Kita sebagai individu yang hidup bermasyarakat secara sadar
maupun tidak sadar pasti pernah melakukan perilaku menyimpang atau penyimpangan
sosial. Dari penyimpangan sosial yang ada maka hal tersebut akan mengakibatkan
terganggunya keseimbagan hidup bermasyarakat. Penyimpangan atau deviation atau
perilaku yang menyimpang dapat dikatakan sebagai pola perilaku yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat. Perilaku menyimpang
dapat dikategorikan ringan atau berat sesuai dengan penyimpangan sosial yang
dilakukan. Menurut James W. Van Der Zanden, penyimpangan perilaku merupakan
perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan
diluar batas toleransi. Dan menurut Robert M. Z. Lawang, penyimpangan
perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam
sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu
untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
Penyimpangan sosial yang sering terjadi di
kehidupan bermasyarakat, menurut Lemert dapat dikategorikan menjadi 2 kategori
yaitu penyimpangan primer (Primary Deviation) dan penyimpangan
sekunder (Secondary Deviation). Penyimpangan primer ini mempunyai ciri-ciri
bersifat sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang, dan masih dapat
ditolerir oleh masyarakat. Dengan kata lain, penyimpangan primer merupakan
penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang namun kehadirannya di tengah
masyarakat masih dapat diterima. Contoh bentuk penyimpangan primer ini antara
lain : telat membayar iuran pajak, buang sampah sembarangan, ngebut di jalanan,
dan sebagainya. Penyimpangan sekunder berbeda dengan penyimpangan primer karena
pelaku penyimpangan ini kehadirannya tidak dapat lagi diterima lagi oleh
masyarakat. Penyimpangan sekunder merupakan tindakan penyimpangan yang
dilakukan oleh seseorang secara berulang dan kehadirannya tidak dapat diterima lagi
oleh masyarakat. Pada umumnya. Salah satu contoh misalnya penyimpangan seksual,
Penyimpangan seksual merupakan gangguan perkembangan psikoseksual atau
penyelewengan fungsi seksual. Penyimpangan bisa terjadi karena adanya faktor
genetik (keturunan), pengaruh lingkungan, adanya trauma psikologis dan moral
yang rendah. Di masyarakat terdapat banyak sekali penyimpangan seksual, salah
satunya yaitu pedophilia.
Dari
latar belakang diatas penulis tertarik mengambil judul, Kekerasan Seksual terhadap anak atau Pidophilia”
Maksud dan tujuan
1.
Untuk mengetahui tingkat
ancaman kejahatan seksual terhadap anak ( Pidophilia)
2.
Untuk mengetahui dan cara
menghindari kejahatan seksual terhadap anak (Pidophilia) dilingkungan kita
3.
Bagaimanakah kejahatan seksual
terhadap anak dalam kajian etika, norma dan moralitas.
BAB II
PEMBAHASAN
I. 1 Pengertian Pedophilia
Pedophilia menurut Sawitri Supardi
Sadarjoen, adalah cinta kepada anak, akan tetapi terjadi perkembangan kemudian,
sehingga secara umum digunakan sebagai istilah untuk menerangkan salah satu kelainan
perkembangan psikoseksual dimana individu memiliki hasrat erotis yang abnormal
terhadap anak-anak. Pedophilia terjadi dikarenakan adanya tatanan moral dan
etika yang rendah dari pelaku pedophilia (Pedophil). Pelaku pedophilia
(pedophil), menjerat korbannya (anak-anak) dengan cara memaksa, merayu,
mengancam, ataupun memberi imbalan, sehingga pelaku dapat melakukan hubungan
seks dengan anak. Pedophilia terdiri dari dua jenis, yaitu pedophilia heteroseksual dan pedophilia homoseksual. Pedophilia heteroseksual terjadi pada individu
berbeda jenis sedangkan pedophilia homoseksual
terjadi pada individu sejenis.
Pelaku pedophilia (pedophil) adalah pria
atau wanita yang telah berumur. Pedophilia terjadi karena kecenderungan
kepribadian antisosial yang ditandai dengan hambatan perkembangan pola seksual
yang matang disertai oleh hambatan perkembangan moral dan tatanan etika yang
rendah.
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan
hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan
berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus
cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan
perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai
perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan
tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya
merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan
memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh
hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan
pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak,
terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan
terarah.
Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian
kegiatan tersebut harus kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai
penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh
akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa dan negara.
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak
dari janin dalam berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini
dimaksudkan untuk mewujudkan kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas)
tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh,
dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan
perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :
1.
Nondiskriminasi
2.
Kepentingan yang terbaik bagi anak
3.
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan bagi anak
4.
Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan
perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan
anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
organisasi sosial, dunia usaha, media massa,
atau lembaga pendidikan.
Pasal 80
- Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
- Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Pasal 81
- Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
- Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
I. 2 Untuk
mengetahui tingkat ancaman kejahatan seksual terhadap anak (Pidophilia)
Data Indonesia Police Watch (IPW) ditahun
2013 menyebutkan sebagian besar korban perkosaan berusia 1-16 tahun sebanyak 23
orang dan usia 17-30 tahun sebanyak enam orang. Sedangkan pelaku perkosaan
berusia 14-39 sebanyak 32 orang. Pelaku berusia 40-70 tahun ada 12 orang.
Lokasi perkosaan sebagian besar terjadi di rumah korban (21 kasus) dan enam
kasus terjadi di jalanan. Data ini menunjukkan rumah sendiri ternyata tidak
aman bagi korban. Sebab dalam kasus ini, pelaku perkosaan terdiri dari tetangga
delapan orang, keluarga atau orang dekat tujuh orang, teman empat orang, ayah
kandung tiga orang dan ayah tiri dua orang orang. Jawa Barat menempati urutan
pertama daerah rawan perkosaan di sepanjang Januari dengan delapan kasus.
Selanjutnya, Jakarta lima kasus, Jawa Tengah lima kasus dan Jawa Timur tiga
kasus. IPW mendata, maraknya angka perkosaan ini karena semakin mudahnya
masyarakat mengakses film-film porno, baik melalui internet maupun lewat
ponsel. Sebab sebagian besar pelaku perkosaan kepada polisi mengaku mereka
melakukan aksinya karena terangsang setelah melihat film-film porno. Ketua
Presidium IPW Neta S Pane menilai lembaga hukum di Indonesia tidak berfungsi
dengan baik. Para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim tidak menjalankan
tugasnya dengan baik, terutama dalam menghukum pelaku perkosaan sehingga tidak
ada efek jera. "Ketika satu kasus perkosaan tidak dengan cepat
diungkap dan dituntaskan oleh polisi, kasus itu akan menjadi tren di kalangan
pelaku. Hal ini terlihat dari kasus perkosaan massal yang dilakukan para
pelajar. Di tahun 1980-an, Jakarta juga pernah dilanda tren perampokan yang
disertai perkosaan," ujar Neta, Senin (28/1). Redaktur: Djibril Muhammad, Reporter: Ani Nursalikah.
I. 4 Untuk
mengetahui dan cara menghindari kejahatan seksual terhadap anak (Pidophilia)
dilingkungan kita
Tidak menutupi kasus-kasus seperti
ini menimpa keluarga kita, untuk itu sebagai orang tua mutlak meningkatkan
kewaspadaan tersebut, waspada pada keluarga, kerabat atau saudara, teman atau
tetangga karena tidak sedikit kasus kekerasan seksual pada anak di lakukan oleh
orang dilingkungan sekitar. Selain waspada perlu di lakukan pencegahan agar
kasus tersebut tidak terjadi.
Pencegahan sejak dini yang perlu dilakukan
diantaranya adalah:
- Selalu memberitahukan kepada anak untuk tidak mudah menerima makanan atau uang dari orang lain
- Jika anak pergi bermain harus sepengetahuan dan seizin orang tua, pengawasan orang tua ketika anak bermain mutlak dilakukan
- Pilih pakaian anak yang tidak mengundang rangsangan untuk melakukan tindakan pelecehan seksual
- Tidak melihat tayangan atau gambar yang bersifat pornografi pada anak
Jika sibuk sebaiknya anak
dititipkan pada orang yang dipercaya misalnya orang tua dan tidak sembarangan
memberikan anak untuk diasuh orang lain, tentunya masih banyak lagi yang perlu
dilakukan oleh orang tua untuk terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sebagai
orang tua satu hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui kondisi sosial
lingkungan dan perkembangan anak itu sendiri
I. 5 Bagaimanakah kejahatan
seksual terhadap anak (Pidophilia) dalam kajian etika, norma dan moralitas
Kekerasan seksual yang
dilakukan oleh pelaku pemerkosaan merupakan pelanggaran atika, norma dan
moralitas yang terjadi di Negara bahkan didunia. Kejahatan seksual bisa
dikatakan kejahatan kemanusiaan yang amat biadab, karena korbanya akan
menderita seumur hidup dan trauma yang berkepanjangan apabila tidak adanya penenganan
dari pihak-pihak yang terkait.
Pelaku kejahatan seksual
pada anak mencirikan mereka tidak mempunyai moral yang baik, kerena anak adalah
titipan dan amanah yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan Negara bahkan sampai tingkat dunia seperti yang tercantum
didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Ini
Dalam ajaran agama pun di
ajarkan tentang perlindungan yang amat penting terhadap anak, betapa mulia dan
berharganya kedudukan anak menjadikan anak adalah prioritas terpenting bagi
keberlangsungan kehidupan yang lebih baik, kalau generasi kita diperlakukan
dengan kekerasan,dan trauma yang membawanya
sampai dia dewasa maka kedepan anak-anak bangsa ini tidak memiliki
prioritas masa depan yang baik.
BAB II
KESIMPULAN
II. 1 Kesimpulan
Tahun
2013 ancaman kejahatan seksual pada anak semakin meningkat, diawal tahun ini
Negara, masyarakat Indonesia bahkan dunia dikejutkan dengan makin maraknya
pemerkosaan, pelecehan seksual, dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh
pelaku bahkan sebelum dibunuh diperkosa terlebih dahulu.
Media massa
baik cetak maupun elektronik semakin intens memberitakan tentang
kejadian–kejadian pemerkosaan, kemanan dan kenyamananan sudah tidak lagi
dirasakan oleh masyarakat Indonesia
apalagi yang mempunyai anak perempuan remaja bahkan balita merasakan kecemasan
akan keselamatan anak-anaknya.
Pemerintah
selaku pemangku kebijakan mempunyai kewajiban melindungi warganya terhadap
berbagai ancaman dan teror yang menghantui masyarakat. Sesuai dengan undang
–undang dimana Negara menjamin keamanan dan ketentraman setiap warganya, serta
undang-undang perlindungan anak , dimana Negara melindungi keamanan anak-anak Indonesia
dari bahaya-bahaya yang mengancam.
Keluarga
diharapkan senantiasa waspada dan lebih memperhatikan lagi akan menjaga
anak-anaknya, karena ancaman kejahatan seksual bisa terjadi dimana saja baik
dari lingkungan keluarga, bahkan masyarakar sekitar kita.
II. Saran dan Rekomendasi
- Pemerintah harus lebih tegas terhadap pelaku kasus pemerkosaan pada anak.
- Perlunya pembinaan akhlak dengan mengadakan pengajian, dan kagiatan-kagiatan sosial lainya bagi masyarakat untuk merubah prilaku-prilaku buruk yang meuncul dikalangan masyarakat
- Sosialisasi dan perlindungan hukum bagi korban dalam memulihkan rasa traumanya psikisnya dan anak kembali normal dalam lingkungan sosialnya
- Ruang-ruang publik perlu diperketat lagi keamanannya agar menghindari pelecehan seksual
Daftar Pustaka
http///www.kompas.co.id
http///www. Republika.co.id
http/www.tempo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentar Anda